www.sekilasnews.id – Israel saat ini terlibat dalam konflik dengan Iran akibat ketakutan akan potensi senjata nuklir yang dimiliki negara tersebut. Ironisnya, meskipun Israel telah memiliki bom nuklir selama beberapa dekade, mereka memilih untuk merahasiakan keberadaan tersebut.
Konflik ini semakin intensif setelah Israel meluncurkan serangan terhadap beberapa situs nuklir dan militer di Iran, yang mereka anggap sebagai langkah untuk mencegah terjadinya proliferasi senjata nuklir. Iran secara tegas membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa program nuklir mereka ditujukan untuk tujuan sipil, bukan militer.
Iran merupakan negara penanda tangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang seharusnya menjaga negara-negara tidak memiliki senjata nuklir. Tuduhan pelanggaran yang diarahkan kepada Iran oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah memicu ketegangan lebih lanjut di kawasan.
Perang yang Dipicu oleh Ketakutan terhadap Senjata Nuklir
Ketegangan antara Israel dan Iran telah meningkat secara signifikan, terutama setelah serangan yang diluncurkan oleh Israel baru-baru ini. Operasi Rising Lion menunjukkan komitmen Israel untuk menghancurkan fasilitas yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional mereka.
Lebih dari 200 orang dilaporkan tewas akibat serangan tersebut, suatu angka yang mencerminkan dampak yang luas dari konflik ini. Iran tidak tinggal diam dan melancarkan balasan melalui serangan rudal dan drone terhadap target-target di Israel.
Serangan balasan tersebut, bernama Operasi True Promise III, menunjukkan bahwa Iran bersedia untuk mengerahkan kekuatan militer dalam mempertahankan diri. Pertukaran serangan ini bukan hanya memicu kepanikan, tetapi juga memperburuk situasi keamanan di kawasan Timur Tengah.
Sejarah Latar Belakang Memiliki Senjata Nuklir di Israel
Israel tidak pernah menandatangani NPT, sehingga menjadikan mereka tidak terikat oleh aturan yang sama yang berlaku untuk negara-negara lain. Hal ini membuat pengembangan dan penyimpanan senjata nuklir Israel tidak dapat diawasi oleh badan internasional.
Sumber-sumber independen dan investigasi menunjukkan bahwa Israel telah mengembangkan bom nuklir sejak tahun 1970-an, meskipun informasi yang ada masih bersifat terbatas. Kebijakan ketidakpastian Israel ini menjadi strategi mereka untuk menghindari kemungkinan serangan dari negara lain.
Diperkirakan Israel memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir serta cukup plutonium untuk memproduksi lebih banyak senjata. Hal ini menunjukkan potensi militer yang dimiliki Israel yang sangat signifikan dalam konteks regional.
Awal Mula Program Nuklir Israel dan Dukungan Prancis
Program nuklir Israel dimulai pada akhir 1950-an, di bawah pimpinan perdana menteri pertama, David Ben Gurion. Dimona, sebuah kompleks yang dibangun di gurun Negev, menjadi lokasi penting untuk pengembangan program tersebut.
Kerja sama dengan Prancis adalah suatu hal yang sangat penting bagi kemajuan program nuklir ini. Prancis memberikan bantuan teknis serta material yang diperlukan untuk pembangunan reaktor dan pengolahan plutonium.
Aliansi rahasia ini didorong oleh kepentingan bersama untuk menghadapi ancaman dari presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser, dan peran Prancis dalam pengembangan nuklir Israel menjadi salah satu bagian penting dari sejarah konflik ini.
Kerja sama antara kedua negara ini berhasil menciptakan program nuklir yang kuat, meski tetap dalam bayang-bayang, menjadikan Israel sebagai salah satu kekuatan nuklir yang terpenting di dunia saat ini.