Perayaan Iduladha di Maroko tahun ini akan berlangsung dengan cara yang berbeda, di mana masyarakat diimbau untuk tidak melakukan penyembelihan hewan kurban. Keputusan ini diambil dalam konteks krisis ekonomi yang melanda negara tersebut, di mana harga hewan kurban melonjak drastis. Langkah ini menjadi sorotan dunia, mengingat signifikan di balik ritual yang melambangkan pengorbanan dan kebersamaan dalam umat Islam.
Iduladha, yang diperingati setiap tahun sebagai momen pengingat pengorbanan Nabi Ibrahim, biasanya ditandai dengan penyembelihan hewan seperti domba. Namun, kondisi cuaca buruk selama tujuh tahun terakhir telah menyebabkan penurunan jumlah ternak yang tersedia. Hal ini menambah kompleksitas situasi, di mana banyak warga tidak mampu membeli hewan untuk dikurbankan.
Contextualizing the Decision: Ekonomi Maroko di Tengah Krisis Berkelanjutan
Keputusan untuk membatalkan penyembelihan hewan kurban pada tahun ini datang setelah pemikiran matang terkait keadaan ekonomi saat ini. Dengan harga domba yang melonjak hingga USD600 per ekor, banyak keluarga kesulitan untuk menyisihkan anggaran bagi penyembelihan hewan kurban. Berbagai data mencerminkan betapa sulitnya situasi ini bagi banyak warga Maroko, terutama yang berpenghasilan rendah.
Raja Mohammed VI, melalui pernyataan resmi, mengingatkan bahwa situasi ini dapat berkontribusi pada kerugian finansial yang signifikan bagi masyarakat. Masyarakat perlu beradaptasi dengan keadaan yang ada, dan solusi yang diambil oleh pemerintah menjadi langkah strategis untuk melindungi rakyat di tengah krisis ekonomi yang semakin mendalam.
Strategi Baru dalam Merayakan Iduladha: Alternatif yang Mengedepankan Kesejahteraan
Dalam konteks alternatif perayaan, masyarakat diharapkan dapat merayakan Iduladha dengan cara berbagi yang lebih kreatif. Misalnya, membantu komunitas dan keluarga yang membutuhkan tanpa harus terlibat dalam penyembelihan hewan. Tradisi gotong royong dalam menyantap makanan dan berbagi kebaikan adalah bentuk lain dari perayaan ini.
Ekonom Maroko menjelaskan bahwa situasi ini dapat menjadi momentum untuk merumuskan cara baru dalam melaksanakan ritual keagamaan, di mana masyarakat berfokus pada kebersamaan dan kepedulian interpersonal. Dengan mengurangi beban ekonomi, diharapkan masyarakat bisa menjalani perayaan dengan lebih bermakna, meskipun berbeda dari tradisi sebelumnya.