www.sekilasnews.id – Perang Iran dan Israel bisa mengulang sejarah perintah Skyes-Picot. Foto/X/@iran_news_tv
ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan terhadap “perintah Sykes-Picot baru” di Timur Tengah. Itu diakibatkan perang Israel dan Iran.
“Kami tidak akan mengizinkan pembentukan perintah Sykes-Picot baru di wilayah kami dengan perbatasan yang dibuat dengan darah,” kata Erdogan pada pertemuan puncak negara-negara Islam di Istanbul.
Perjanjian Sykes-Picot, yang dibuat pada tahun 1916 oleh Inggris dan Prancis selama Perang Dunia I, adalah pakta rahasia yang bertujuan untuk membagi wilayah Timur Tengah pasca-Ottoman menjadi wilayah pengaruh Inggris dan Prancis.
Erdogan menyatakan keyakinannya pada ketahanan rakyat Iran selama konflik saat ini.
“Kami tidak ragu rakyat Iran, dengan solidaritas mereka dalam menghadapi kesulitan dan pengalaman negara yang kuat, mudah-mudahan akan mengatasi hari-hari ini,” katanya.
Di tengah ketegangan yang semakin meningkat antara Iran dan Israel, kekhawatiran akan terulangnya sejarah lama seperti perintah Sykes-Picot semakin mencuat. Perjanjian ini, yang dianggap sebagai simbol penyerahan dan pembagian kekuasaan, menyimpan banyak dampak yang masih dirasakan hingga saat ini. Ketegangan yang timbul dalam konteks ini mencerminkan bagaimana sejarah dapat mengulang diri dan membawa konsekuensi yang serius bagi stabilitas regional.
Islam, yang menjadi agama mayoritas di Turki dan Iran, juga turut mewarnai dinamika konflik ini, menambah dimensi teologis pada permasalahan politis yang ada. Dalam pernyataannya, Erdogan jelas menunjukkan ketidakpuasannya terhadap setiap langkah yang dapat mengarah pada pembagian lebih lanjut wilayah Timur Tengah berdasarkan kepentingan asing.
Pentingnya Memahami Sejarah Sykes-Picot dalam Konteks Modern
Sejarah Sykes-Picot mencerminkan ketidakseimbangan kekuatan yang bertahan di kawasan. Dalam banyak hal, perjanjian ini adalah cerminan dari ambisi negara-negara Eropa yang ingin menguasai Timur Tengah tanpa mempertimbangkan aspirasi lokal. Ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang legitimasi dukungan internasional yang masih ada hingga saat ini.
Pembagian wilayah yang ditentukan oleh kekuatan kolonial juga menghasilkan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan di banyak negara. Dari Irak, Syria, hingga Lebanon — semua negara ini memiliki jejak akibat dari Sykes-Picot yang berlanjut dalam bentuk konflik sektarian dan perselisihan wilayah yang belum terselesaikan.
Mengutip sejarah adalah penting, bukan hanya untuk mencegah terulangnya kesalahan, tetapi juga untuk memahami bagaimana solusi damai dapat dicapai. Pemimpin-pemimpin saat ini, termasuk Erdogan, perlu belajar dari pengalaman masa lalu untuk menjamin stabilitas bagi generasi mendatang.
Peran Erdogan dalam Menghadapi Tantangan Geopolitik di Timur Tengah
Presiden Erdogan tidak hanya berbicara dalam konteks permasalahan Sykes-Picot, tetapi juga mengenai perlunya solidaritas antara negara-negara Muslim. Pandangannya bahwa negara-negara bersama harus bersatu dalam menghadapi ancaman luar terdapat dalam banyak ucapannya. Ia menegaskan bahwa hanya dengan solidaritas, negara-negara Muslim dapat mengatasi tantangan yang ada.
Pernyataan Erdogan juga sejalan dengan kebijakan luar negeri Turki yang lebih aktif dalam beberapa tahun terakhir. Turki berusaha memperkuat perannya di Timur Tengah dengan memperlihatkan kepemimpinan dalam isu-isu strategis seperti konflik di Suriah dan hubungan dengan Iran.
Dalam konteks ini, Erdogan ingin menunjukkan ketahanan dan dukungan terhadap negara-negara tetangga, termasuk Iran. Komitmen ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi menciptakan format baru yang lebih stabil di kawasan ini.
Implikasi Perang Israel-Iran dan Perubahan Dinamika Wilayah
Perang antara Iran dan Israel merupakan konflik yang bisa mengubah peta kekuatan di Timur Tengah. Setiap konflik bersenjata selalu memiliki dampak yang jauh lebih luas di wilayah sekitarnya, merembet ke isu-isu sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini menuntut perhatian dari kekuatan global untuk berperan serta dalam meredakan ketegangan.
Sumber daya yang terbatas serta kebijakan luar negeri yang saling bertentangan bisa memperparah konflik yang sudah ada. Iran dan Israel memiliki dukungan dari kekuatan internasional yang berbeda, yang dapat memperumit upaya diplomasi. Situasi ini menciptakan tantangan besar bagi pemimpin seperti Erdogan yang berupaya menstabilkan kawasan.
Keberlanjutan perundingan dan dialog antara negara-negara berkonflik menjadi penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Tanpa kesepakatan, ketegangan hanya akan meningkat dan sejarah kelam Sykes-Picot dapat terulang dalam bentuk yang serius.