www.sekilasnews.id – Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Mike Johnson. Foto/Nathan Posner/Anadolu Agency
Dalam kunjungan tersebut, Johnson mengatakan “Yudea dan Samaria” adalah “harta milik orang Yahudi”, menggunakan istilah Israel untuk Tepi Barat yang diduduki, dilansir Channel 7 Israel.
Menurut Channel 7, “Delegasi tingkat tinggi AS yang dipimpin Johnson melakukan kunjungan tersebut dengan tujuan memperkuat hubungan strategis antara kedua negara dan memperdalam pengetahuan tentang wilayah Yudea dan Samaria.”
Selama kunjungan tersebut, Johnson, bersama 15 anggota Kongres lainnya, berpartisipasi dalam acara penanaman pohon di permukiman tersebut.
Saluran berbahasa Ibrani tersebut mengklaim kunjungan tersebut menegaskan “dukungan AS terhadap hak kedaulatan Israel atas tanahnya.”
Wali Kota Ariel, Yair Chetboun, menyebut kunjungan tersebut “bersejarah” dan mewujudkan nilai-nilai bersama, persahabatan yang mendalam, dan kemitraan yang kuat antara Amerika Serikat dan Israel.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Palestina mengecam kunjungan Johnson dan menyebutnya sebagai, “Pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi legitimasi internasional, serta dorongan terhadap kejahatan permukiman dan perampasan tanah Palestina.”
Kunjungan Ketua DPR AS, Mike Johnson, ke Tepi Barat membawa banyak dampak dan reaksi. Tindakan ini bukan hanya sebuah kunjungan biasa, tetapi pemahaman mendalam tentang dinamika yang terjadi di kawasan tersebut. Dalam lawatan tersebut, Johnson menegaskan posisi AS yang mendukung Israel, terutama dalam konteks permukiman yang dipandang kontroversial di Tepi Barat.
Lebih lanjut, pernyataan Johnson mengenai “Yudea dan Samaria” sebagai aset Yahudi menunjukkan bagaimana narasi sejarah dan identitas berperan di dalam konteks politik. Hal ini jelas menciptakan ketegangan lebih lanjut antara AS dan Palestina, yang merasa hak-haknya terancam dengan semakin kuatnya dukungan AS terhadap Israel.
Kunjungan Bersejarah yang Mendorong Ketegangan Baru di Kawasan
Kunjungan ini menjadi momen bersejarah karena merupakan yang pertama bagi seorang pejabat tinggi AS dalam posisi Ketua DPR. Kunjungan ini tidak hanya mencerminkan dukungan yang kuat terhadap Israel, tetapi juga membawa pertanyaan tentang arah kebijakan luar negeri AS ke depan.
Keterlibatan Johnson dalam penanaman pohon di Ariel menunjukkan simbolisme yang dalam. Tindakan tersebut tidak hanya mencerminkan dukungan, tetapi juga menjadi momen yang melawan gerakan internasional untuk menghentikan permukiman ilegal.
Pernyataan Wali Kota Ariel, yang menyebut kunjungan ini bersejarah, memperkuat persepsi bahwa AS condong kepada Israel. Dalam konteks ini, ada kekhawatiran besar akan pertikaian yang semakin meluas antara pendukung Israel dan Palestina di tingkat internasional.
Reaksi Palestina terhadap Kunjungan dan Dampaknya
Kemlu Palestina dengan tegas mengecam kunjungan ini, menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Palestina merasa hak-haknya tidak diakui dan terus ditekan oleh tindakan seperti ini.
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kemarahan yang meluas di kalangan warga Palestina dan pendukung mereka. Kunjungan ini dapat memperburuk ketegangan di wilayah yang sudah tegang dan memicu protes lebih lanjut.
Reaksi internasional juga akan menjadi fokus perhatian. Selain kritik dari Palestina, kunjungan ini mungkin memicu reaksi dari negara-negara lain yang memihak kepada solusi damai melalui dialog dan negosiasi.
Implikasi bagi Masa Depan Hubungan AS-Israel dan Palestina
Dalam konteks ini, klarifikasi posisi AS terhadap Israel menjadi semakin penting. Kunjungan Johnson menandai suatu sinyal bahwa dukungan AS terhadap Israel tidak akan surut, yang dapat memengaruhi kebijakan negara lain.
Hal ini juga bisa menjadi sinyal bagi kelompok ekstremis di kedua belah pihak untuk meningkatkan serangan. Dalam jangka panjang, situasi ini dapat menurunkan harapan akan terjadinya perdamaian, mengingat ketinggian ketegangan yang ada.
Kunjungan ini menunjukkan bahwa dinamika geopolitik di kawasan masih jauh dari kata stabil. Penting untuk terus memantau perkembangan ini agar tidak terulang kembali masa-masa kelam dalam sejarah konflik Palestina-Israel.