www.sekilasnews.id – Mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), Laras Faizati, baru-baru ini mengungkapkan alasannya di balik aktionya memposting ajakan untuk membakar Gedung Mabes Polri. Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah dia memberikan penjelasan mengenai motivasi dan latar belakangnya saat diperiksa oleh penyidik.
Kuasa hukum Laras, Abdul Gafur Sangadji, menyatakan bahwa Laras merasa terdorong untuk menyuarakan ketidakpuasan sebagai warga negara Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa protes besar-besaran pada tanggal 29 terjadi sebagai respons terhadap kematian seorang pengemudi ojek online, yang memicu kemarahan di kalangan masyarakat.
Menurut Abdul, saat dilakukan pemeriksaan, Laras menjelaskan bahwa posnya tersebut merupakan ekspresi dari kekesalan yang mendalam. Kejadian ini menunjukkan bagaimana media sosial menjadi platform bagi individu untuk mengekspresikan pandangan politik maupun sosial mereka.
Motivasi di Balik Aksi Laras Faizati yang Kontroversial
Ketidakpuasan yang dirasakan Laras tidak berdiri sendiri, melainkan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor sosial dan politik. Dia mengaku bahwa protes yang terjadi di sekitarnya membuatnya merasa semakin terpinggirkan dan tak didengar oleh pemerintah.
Laras menambahkan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk dari suara kolektif banyak orang yang merasa frustrasi dengan situasi yang ada. Terlebih, kejadian baru-baru ini seakan membangkitkan memori akan ketidakadilan yang sering dialami masyarakat kecil.
Di tengah gejolak tersebut, Laras memposting gambar Gedung Mabes Polri dari lokasi demonstrasi. Gambar ini dilengkapi dengan keterangan yang mengajak orang-orang untuk bersolidaritas dalam mengungkapkan kemarahan mereka terhadap insiden yang terjadi.
Reaksi Publik Terhadap Terobosan Laras dan Dampaknya
Postingan Laras Faizati segera menuai reaksi beragam dari masyarakat. Ada yang mendukung tindakan tersebut sebagai ekspresi kebebasan berpendapat, namun tak sedikit pula yang mengkritiknya sebagai tindakan yang berbahaya.
Reaksi yang berbeda-beda ini mencerminkan perpecahan di kalangan publik tentang cara terbaik untuk menyampaikan protes. Beberapa pihak berargumen bahwa kekerasan dan ajakan untuk membakar fasilitas publik bukanlah solusi yang tepat.
Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan bahwa mereka akan menangani kasus ini secara hati-hati. Penegakan hukum diharapkan tidak hanya berfokus pada aspek legalitas, tetapi juga memahami konteks sosial di balik tindakan Laras.
Pendekatan Restorative Justice untuk Penyelesaian Masalah
Laras Faizati berupaya untuk mencari jalan keluar damai dengan mengajukan Restorative Justice (RJ) kepada pihak kepolisian. Cara ini dianggap lebih manusiawi dan dapat memberikan solusi yang lebih baik bagi semua pihak.
Kuasa hukum Laras berpendapat bahwa RJ dapat membantu menghindari proses hukum yang berkepanjangan dan konflik yang lebih dalam. Hal ini juga menciptakan ruang bagi dialog antara pihak yang merasa dirugikan dan pihak yang dianggap bersalah.
Menarik untuk dicatat bahwa pendukung RJ berpendapat bahwa penyelesaian seperti ini lebih efektif dalam meredakan ketegangan sosial. Ini menciptakan kesempatan bagi pihak-pihak terkait untuk berkomunikasi dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik.