www.sekilasnews.id – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menciptakan dampak signifikan terhadap sistem perdagangan global sejak menjabat kembali. Kebijakan terbarunya yang melibatkan penerapan tarif pada lebih dari 90 negara mulai berlaku pada 7 Agustus 2025, memicu reaksi luas di seluruh dunia.
Dengan rasio tarif yang beragam, mulai dari 10% untuk Inggris hingga mencapai 50% untuk India, ini menandai era baru dalam perdagangan internasional. Rata-rata tarif barang impor ke Amerika Serikat kini bertengger pada titik tertinggi dalam hampir satu abad, menimbulkan tanda tanya bagi para ahli ekonomi.
Sebagai respons terhadap kebijakan ini, banyak perusahaan AS harus menanggung biaya tinggi akibat tarif tersebut, yang memberikan dampak langsung pada harga barang dan pelayanan. Konsekuensi bagi ekonomi nasional maupun global pun mulai terlihat, meningkatkan ketidakpastian di pasar internasional.
Kenaikan Pendapatan Pemerintah AS Melalui Kebijakan Tarif
Menurut analisis dari The Budget Lab di Universitas Yale, tarif yang dikenakan pada barang impor kini mencapai angka efektif rata-rata 18,6%. Ini merupakan kenaikan signifikan dari tahun 2024, yang sebelumnya hanya 2,4%, menunjukkan arah kebijakan fiskal yang drastis di bawah kepemimpinan Trump.
Peningkatan tarif ini juga berdampak positif terhadap pendapatan pemerintah AS, yang tercatat menjadi USD28 miliar atau setara dengan Rp451,2 triliun pada Juni 2025. Jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat dibanding pendapatan bulan yang sama di tahun sebelumnya, menggambarkan dampak langsung dari kebijakan yang diterapkan.
Lebih jauh, The Congressional Budget Office (CBO) mencatat bahwa pendapatan tambahan dari tarif baru dapat menghasilkan pengurangan pinjaman kumulatif pemerintah AS hingga USD2,5 triliun dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Meski demikian, prediksi ini disertai dengan catatan bahwa kebijakan tersebut bisa memengaruhi ukuran ekonomi AS secara keseluruhan.
Dampak Terhadap Defisit Perdagangan Amerika Serikat
Dalam pandangan Donald Trump, defisit perdagangan antara AS dan negara lain menjadi indikasi bahwa Amerika dirugikan oleh praktik dagang yang tidak seimbang. Kebijakan tarif yang diterapkan bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan ini dengan menekan volume impor dan mendorong negara lain untuk melonggarkan hambatan bagi barang-barang asal AS.
Namun, realitas menunjukkan bahwa meskipun ada tarif yang diterapkan, tingkat impor barang dari AS justru mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena banyak perusahaan berusaha mendatangkan stok barang sebelum tarif mulai berlaku, demi menghindari kenaikan biaya tambahan.
Di sisi lain, angka ekspor barang AS hanya mengalami peningkatan yang minim, membuat defisit perdagangan justru melebar. Pada Maret 2025, defisit perdagangan mencapai angka rekor sebesar USD162 miliar, sebelum memenuhi penyesuaian dan mengalami penurunan menjadi USD86 miliar pada Juni.
Keterkaitan Kebijakan Tarif dengan Stabilitas Ekonomi Global
Kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintah AS tentu tidak hanya berimbas pada perekonomian domestik tetapi juga memicu reaksi di panggung global. Negara-negara mitra dagang mulai melakukan penyesuaian dan strategi baru untuk menghadapi tekanan yang diberikan oleh tarif tinggi tersebut.
Perang dagang ini berpotensi mengakibatkan peningkatan ketegangan antara negara-negara, yang dapat berujung pada kebijakan balasan. Hal ini tentunya dapat memperburuk situasi yang ada, dan menciptakan ketidakpastian lebih lanjut dalam hubungan perdagangan internasional.
Namun, di satu sisi, ada harapan bahwa tindakan ini akan memicu negara lain untuk memperbaiki praktik perdagangan mereka, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih adil. Seiring berjalannya waktu, dampak dari kebijakan ini masih harus dilihat dan dievaluasi lebih lanjut oleh para pemangku kepentingan dan ekonom.