www.sekilasnews.id – Peluru artileri berdiameter 55mm dikemas untuk pengiriman di Pabrik Amunisi Militer Scranton di Scranton, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada 16 Februari 2023. FOTO/Reuters
Salah satu langkah awal yang diambil India adalah membatalkan kunjungan Menteri Pertahanan Rajnath Singh ke Washington, yang semula dijadwalkan dalam waktu dekat untuk mengumumkan kesepakatan pembelian senjata. Dua sumber menyebut pembatalan itu langsung berkaitan dengan kebijakan tarif AS.
Presiden Trump pada 6 Agustus menetapkan tarif tambahan 25 persen atas berbagai barang ekspor dari India, sebagai bentuk tekanan terhadap pembelian minyak Rusia oleh Delhi. Tarif itu membuat total bea masuk atas ekspor India ke AS melonjak menjadi 50 persen, tertinggi di antara mitra dagang utama Washington.
Baca Juga: Pertarungan BRICS vs AS Dimulai: Rusia, China hingga India Jadi Target Utama
Meskipun belum ada instruksi resmi tertulis untuk menghentikan pembelian, salah satu pejabat mengindikasikan bahwa proses negosiasi saat ini mandek dan belum menunjukkan kemajuan. India menunggu kepastian arah hubungan bilateral sebelum melanjutkan kontrak pertahanan.
Menurut laporan Reuters, pembicaraan untuk mengakuisisi kendaraan tempur Stryker buatan General Dynamics dan rudal anti-tank Javelin dari Raytheon dan Lockheed Martin telah dihentikan sementara. Rencana pembelian enam pesawat intai Boeing P8I untuk Angkatan Laut India senilai USD3,6 miliar ikut tertunda.
Perusahaan-perusahaan pertahanan AS yang terlibat dalam rencana ekspor ini, termasuk Boeing dan Lockheed Martin, menolak berkomentar dan mengarahkan pertanyaan kepada pemerintah masing-masing. Raytheon tidak memberikan tanggapan.
Pemerintah India telah memutuskan untuk menunda pembelian sejumlah alat utama sistem senjata dari Amerika Serikat. Langkah ini diambil sebagai reaksi terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, yang dianggap merugikan hubungan bilateral kedua negara. Ketidakpuasan India semakin mendalam, menjadikan keputusan ini sebagai pernyataan tegas terhadap pengaruh kebijakan luar negeri AS yang semakin menekan.
Keputusan pembatalan ini berujung pada pembatalan kunjungan Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, ke Washington. Langkah tersebut mencerminkan bahwa India memilih untuk menunda pembicaraan lebih lanjut mengenai kesepakatan pembelian senjata, yang dianggap tidak menguntungkan dalam keadaan saat ini.
Dalam konteks ini, kebijakan tarif yang diberlakukan oleh AS menjadi isu utama yang mempengaruhi hubungan Indonesia dan AS. Pada 6 Agustus, tarif tambahan sebesar 25 persen diterapkan terhadap sejumlah barang yang diekspor dari India, yang mengakibatkan total bea masuk mencapai 50 persen. Ini adalah angka tertinggi di antara negara-negara mitra dagang AS, menimbulkan dampak signifikan terhadap perdagangan bilateral.
Pemahaman Terhadap Kebijakan Tarif AS Dan Dampaknya
Kebijakan tarif yang disikapi India merupakan bagian dari tekanan yang lebih besar dari pemerintah AS untuk mengharuskan India lebih mendukung kebijakan mereka di arena internasional. Pemerintah AS melihat India sebagai sekutu strategis, tetapi tindakan seperti ini dapat mengundang reaksi negatif dari Delhi, terutama dalam konteks perdagangan.
Dampak dari tarif ini tidak hanya terlihat dalam keputusan untuk menunda pembelian alat pertahanan, tetapi juga memperburuk situasi negosiasi antara kedua negara. Ketidakpastian tersebut mempengaruhi berbagai proyek kerjasama yang sebelumnya telah direncanakan.
Proses negosiasi yang mandek menunjukkan sikap defensif dari India, yang saat ini tidak ingin terjebak dalam situasi yang merugikan. Pihak India saat ini memilih untuk menunggu sampai situasi membaik sebelum melanjutkan komitmen untuk membeli persenjataan dari AS.
Proyek Pembelian Alat Pertahanan yang Ditunda
Beberapa proyek strategis yang direncanakan sebelumnya kini terpaksa ditunda. Di antaranya adalah akuisisi kendaraan tempur Stryker dan rudal anti-tank Javelin, yang merupakan produk dari perusahaan-perusahaan besar AS. Penundaan ini menjadi sinyal bahwa India sedang mempertimbangkan kembali keputusannya terkait mitra perdagangan internasionale.
Rencana pembelian enam pesawat intai Boeing P8I juga ikut terhambat. Dengan nilai transaksi sebesar USD3,6 miliar, proyek ini sangat signifikan bagi Angkatan Laut India, yang tengah memperkuat kapasitas militernya. Penundaan ini tidak dapat dipandang sepele, karena dapat berdampak pada kekuatan pertahanan India di masa mendatang.
Pihak perusahaan pertahanan seperti Boeing dan Lockheed Martin memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai keadaan ini. Mereka mengalihkan perhatian kepada pemerintah masing-masing untuk memberikan pernyataan resmi, mencerminkan ketidakpastian yang melanda sektor ini.
Kerentanan dalam Hubungan Bilateral dan Masa Depan Kerjasama
Keputusan India menunjukkan seberapa rentannya hubungan bilateral antara kedua negara dapat terpengaruh oleh kebijakan unilateral. Respon ini menjadi perhatian bagi para pengamat yang khawatir terhadap stabilitas kerjasama strategis di kawasan. Kondisi ini juga menandakan bahwa India tidak akan ragu untuk mengambil sikap proaktif jika kepentingan nasionalnya terancam.
Kedepan, kerjasama India dan AS memerlukan perbaikan dalam komunikasi dan pemahaman yang lebih baik terkait kepentingan masing-masing. Situasi ini dapat menjadi peluang bagi kedua negara untuk menegosiasi ulang kesepakatan perdagangan yang lebih seimbang dan adil.
Dengan banyaknya tantangan yang ada, India diharapkan dapat menemukan solusi yang sesuai. Pemerintah India perlu menyesuaikan diri dengan perubahan dinamika global agar tetap dapat memperkuat posisi mereka dalam papan permainan internasional.